Inovasi Bentuk Figur Kayon Wayang Kulit Purwa Gaya Surakarta
Pertama-tama
saya sebagai Mahasiswa Desain Komunikasi Visual turut mengucapkan selamat
kepada Bapak Pandu Pramadita atas kesuksesannya dalam ujian terbuka promosi
doktoral Institut Seni Indonesia Surakarta.
Kesenian
wayang kulit merupakan salah satu kesenian asli Indonesia. Mungkin beberapa
dari kalian pernah mendengar nama Ki Mantep Sudharsono, Ki Enthus Susmono, Ki
Narto Sabdho dll. Nah mereka adalah salah satu dalang terkenal di Indonesia.
Dalam
latar belakangnya, kesenian wayang kulit tidak hanya memiliki nilai adi luhung
pada aspek pertunjukkan dan sastra, tetapi juga pada aspek bentuk (Pandu
Pramudita). Pada pergelaran wayang biasanya kita melihat sebuah wayang kulit
yang mempunyai bentuk lebar dan tinggi dengan ujungnya yang mengerucut itu disebut
dengan gunungan. Gunungan dalam pergelaran wayang kulit biasa juga disebut
dengan kayon, yaitu salah satu unsur yang mendukung pergelaran wayang. Awal
kemunculan figur kayon pada tahun 1522M yang diketahui pada sangkalan memet
geni dadi sucining jagat oleh Sunan Kalijaga.
Dalam
perkembangannya seiring zaman bentuk figur kayon di Surkarta mengalami
perubahan dan muncul keragaman bentuk.
Menurut
pemaparan asumsi beliau yang pertama “Inovasi figur kayon tampak pada keragaman
bentuk fitur kayon yang dilihat dari aspek bidang dan isiannya.” Yang kedua “Inovasi
bentuk kayon terjadi karena adanya proses kreatif yang dilakukan secara dialektis
oleh seniman wayang dari pengalamannya terhadap bentuk-bentuk figur kayon
sebelumnya.” Dan yang ketiga adalah “Nilai filosofis figur kayon berada pada
simbolitas unsur-unsur pembentuknya yang ditemukan pada setiap figur kayon
meski memiliki ragam bentuk dari hasil inovasi.”
Metode
penelitian menggunakan fenomenologi dengan fokus pada material figur khususnya
pada kayon gaya surakarta yang didukung data oral atau wawancara dari informasi
penelitian.
Ragam
bentuk figur kayon bisa dilihat dari 5 Aspek yaitu :
· Ragam Ukuran
· Ragam Raut Bidang
· Ragam Isian
· Ragam Tatahan
· Ragam Sunggingan
Dalam
kaidah pembentukannya, Pertama, kayon memiliki bentuk ideal yaitu menggunakan
rasio perbandingan 13:7. Dalam
menentukan bidang ideal kayon digunakan teori Golden Ratio, sebelum menggunakan
teori ini mula-mula dibuat sebuah 3 dasar gambar teknik yaitu Grid, Bidang, dan
Layouting.
Selanjutnya
yang kedua, yaitu struktur bidang kayon. Seluruh bidang kayon selalu memiliki 3
struktur yaitu pucukan, genukan diteruskan ke lengkeh, dan palemahan yang berbentuk
bidang datar. Yang ketiga komposisi isian kayon yaitu dalam pucukan terdapat isian
pohon hayat. Lalu bagian genukan yang berisi
lar. Pada bagian lengkeh terdapat isian objek alam dan bangunan. Terakhir pada
bagian palemahan isinya kosong jikapun ada isinya tidak berkaitan dengan bagian
yang berada diatasnya. Terakhir, yaitu dalam sunggingan kayon setidaknya harus memiliki
4 warna yaitu hitam, merah, kuning, dan putih.
Kayon surakarta memiliki jenis yang berbeda salah
satunya adalah jenis Kayon Blumbangan dan Kayon Gapuran. Uniknya pada kedua
kayon tersebut terdapat isian yang berbeda misalnya pada Kayon Blumbangan
dibagian genukan biasanya terdapat gambar kolam dan pada Kayon Gapuran terdapat
gambar atap bangunan kemudian pada bagian Lengkeh untuk Kayon Blambangan terdapat
isian Objek Alam sedangkan untuk Kayon Gapuran terdapat gambar Bangunan.
Kemudian, Wanda kayon. Asumsi kayon wanda memiliki dua
jenis yaitu kayon wanda wadon memiliki bentuk gempal sedangkan kayon wanda
lanang memiliki bentuk ramping. Pada pengetahuan atau pengalaman estetis dalam
bentuk citra fisik memiliki Persepsi Kayon, Persepsi Gunungan, dan Persepsi
Bentangan Alam. Sedangkan pada pengalaman estetis dalam bentuk rasa memiliki
keistimewaan bentuk dan nilai sakral. Dalam nilai-nilai filosofisnya dijelaskan
terdapat tiga nilai yaitu;
Makrokosmos: memiliki nilai filosofis tentang jagat
ageng dari unsurnya, triloka yang dilihat dari struktur bidangnya.
Mikrokosmos: Jagat alit dilihat dari unsurnya, dan
karep adalah konsep bentuk dari figur kayon.
Metakosmos: dapat dilihat dari pola yaitu; sangkan
paraning dumadi dan memayu hayuning bawana.
Simpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwasannya gunungan
atau kayon dalam seni pewayangan memiliki makna khusus didalamnya yang memiliki
banyak ragam bentuk yang khusus. Kayon pada wayang kulit purwagaya Surakarta memiliki
inovasi bentuk sesusai dengan perkembangan zaman yang terjadi karena seniman
mengalami pengalaman estetis dan pengalaman artistik sehingga memunculkan
dialektika bentuk figur Kayon.
Sebagai masyarakat Indonesia khususnya pulau Jawa
mempelajari seni pewayangan adalah keharusan agar budaya-budaya seperti ini terus
lestari hingga ke generasi yang akan datang.
Komentar
Posting Komentar